Implementasi Tiga Pilar Deep Learning Dalam Pembelajaran

Istilah deep learning semakin menjadi diskursus di kalangan pengamat dan praktisi pendidikan. Agar tidak terjadi miskonsepsi, Prof. Abd. Mu’ti menyampaikan bahwa deep learning bukanlah sebuah kurikulum, apalagi akan menjadi pengganti kurikulum merdeka, tetapi deep learning merupakan pendekatan pembelajaran yang bisa digunakan oleh guru untuk meningkatkan kemampuan peserta didik dalam memahami materi pelajaran.


Konsep Deep Learning diperkenalkan oleh Marton dan Saljo Dario Swedia sejak tahun 1976 dan terus berkembang sampai dengan saat ini seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Pemanfaatan kecerdasan buatan (artificial intelligence/ AI) saat ini banyak didukung oleh deep learning. Deep learning adalah cabang dari kecerdasan buatan (AI) dan machine learning yang memanfaatkan neural network multiple layer untuk menyelesaikan tugas dengan ketepatan tinggi (Pengantar Dasar Deep Learning karya Rometdo Muzawi, 2024:29). Penerapan deep learning pada komputer memungkinkan untuk mengolah data serupa dengan cara kerja otak manusia.

Deep learning ditopang oleh tiga pilar, yaitu 1).mindful learning, 2). meaningful learning, dan 3) joyful learning. Mindful learning fokusnya adalah pada mengaktifkan, membangun, dan meningkatkan kemampuan berpikir kritis peserta didik. Peserta didik distimulasi dengan masalah-masalah yang bersifat kontekstual dan diarahkan untuk menyelesaikan masalah secara kreatif.

Intinya, pada mindful learning, otak atau pikiran peserta didik didik diasah agar pengetahuan atau wawasannya bertambah. Daya kritis dan analitisnya semakin tajam, dan kemampuan menyelesaikan masalah semakin berkembang melalui pengalaman, eksperimen, atau praktik langsung. Rasa ingin tahu peserta didik dipancing melalui pembelajaran inquiry, discovery, eksperimen, pembelajaran berbasis masalah, atau pembelajaran berbasis proyek.

Proses pembelajaran dilakukan melalui penguatan kemampuan kognitif, mulai dari kognitif tingkat rendah hingga kognitif tingkat tinggi. Sebagaimana yang tercantum pada teori Bloom, kemampuan kognitif terdiri dari 6 (enam) level, yaitu C-1 mengetahui, C-2 memahami, C-3 menerapkan, C-4 menganalisis, C-5 mengevaluasi, dan C-6 mencipta. C-1 s.d. C3 dimasukkan ke dalam kategori kemampuan berpikir tingkat rendah (Lower Order Thinking Skills/LOTS), sedangkan C-4 s.d. C-6 dimasukkan ke dalam kategori kemampuan berpikir tingkat tinggi (Higher Order Thinking Skills/HOTS).

Ruang lingkup aktivitas yang dilakukan pada mindful learning misalnya; Apa materi yang saya pelajari. Untuk apa saya mempelajari materi tersebut. Bagaimana cara saya mempelajari/ menguasai materi yang saya pelajari. Apa indikator dan apa alat ukur bahwa saya telah menguasai materi yang saya pelajari. Apa inti atau simpulan yang saya dapatkan dari materi yang saya pelajari. Dan bagaimana saya mempelajari lebih lanjut untuk meningkatkan/memperkaya pemahaman materi tersebut dan sebagainya.

Meaningful learning pada dasarnya pembelajaran harus memberikan pengalaman yang bermakna kepada peserta didik. Bukan hanya asal terlaksananya pembelajaran, bukan hanya asal materi tersampaikan, dan bukan asal materi habis. Pengalaman belajar yang menyenangkan harus diawali dari guru yang menyenangkan. Bagaimana karakter guru yang menyenangkan. Tentunya guru yang mampu mendesain dan melaksanakan pembelajaran yang membuat siswa antusias dan semangat mengikuti kegiatan belajar. Mengajar adalah seni. Oleh karena itu, strategi dan caranya diserahkan sepenuhnya kepada guru. Guru diharapkan mengajar secara all out. Berbagai pendekatan, model, strategi, metode, dan teknik dapat digunakan oleh guru.

Intinya, setelah peserta didik mengalami meaningful learning, mereka dapat membuat sebuah refleksi seperti: apa pelajaran/ pengalaman /hikmah/ makna/ kesan/ inspirasi yang saya dapatkan setelah mempelajari materi tersebut? Lalu apa tindak lanjut yang akan saya lakukan setelah mendapatkan pengalaman belajar.

Joyful learning intinya adalah peserta didik terlibat secara aktif baik fisik (hands on) maupun pikirannya (minds on) selama mengikuti pembelajaran. Masalah yang bersifat kontekstual, strategi dan metode pembelajaran yang menarik, serta stimulus yang tepat dan relevan dengan materi yang dipelajari oleh peserta didik dapat meningkatkan minat dan semangat belajarnya. Selain itu, juga membuat peserta didik merasa senang, sehingga aktivitas belajar begitu mengasyikkan bagi mereka. Waktu belajar selama berjam-jam tidak terasa karena peserta didik merasakan belajar menjadi sebuah rekreasi akademik bagi mereka.

Pertanyaan reflektif untuk mengetahui apakah peserta didik sudah atau belum merasakan joyful learning misalnya; Apakah saya termotivasi dan semangat dalam mempelajari materi tersebut. Apakah saya terlibat secara aktif (hands on dan minds on) selama pembelajaran. Dan apakah pembelajaran yang saya lakukan/ikuti menjadi pengalaman yang menyenangkan bagi saya.

Implementasi tiga pilar deep learning dalam pembelajaran memerlukan guru yang kreatif, inovatif, dan out of the box. Guru yang mau keluar dari zona nyaman dan mau mencoba hal-hal baru agar pembelajaran benar-benar berpusat kepada peserta didik. Lingkungan pembelajaran yang kondusif, pemanfaatan beragam sumber belajar, dan beragam media ajar juga akan menjadi faktor pendukung pembelajaran yang aktif dan menyenangkan. Hal yang tidak kalah penting adalah kemampuan guru dalam berkomunikasi dan berinteraksi dengan peserta didik juga cukup berpengaruh terhadap terciptakannya pembelajaran yang aktif dan menyenangkan.

Contoh Dalam Materi Berwudhu, Mindful learning yang dilakukan ialah Siswa diperkenalkan pentingnya berwudhu, syarat rukun wudhu dan cara berwudhu. Dampaknya Peserta didik mengetahui dan memahami pentingnya berwudhu,syarat rukun wudhu dan cara berwudhu. Lalu dalam Meaningful learning, Berdasarkan konteks/stimulus (wudhunya ulama dalam vidio/yang disampaikan oleh guru), guru mengajak peserta didik untuk berdiskusi terkait pentingnya memahami cara wudhu yang benar,dengan tidak meninggalkan syarat rukunnya.
Memiliki Dampak yakni, Muncul dalam hati peserta didik pemahaman, semangat, kesadaran, dan komitmen untuk melakukan wudhu dengan benar sesuai dengan syarat rukunya.

Pemahaman bermakna didapatkan melalui aktivitas berpikir kritis, kontekstual, dan reflektif. Joyful learning atau Aktivitas Pembelajaran Peserta didik praktik cara berwudhu yang benar sesuai dengan syarat rukunnya. Dampak ini dapat dilihat Melalui pengalaman belajar yang menyenangkan dan bermakna, peserta didik memahami pentingnya berwudu dengan benar susuai dengan syarat rukunnya. Model/Strategi/Metode /Media Pembelajaran ; CTL, STEM, pembelajaran konstruktivisme, pendekatan saintifik, LOTS, HOTS.

Inquiry, discovery, studi kasus, praktik, eksperimen, pembelajaran berbasis masalah, pembelajaran berbasis proyek, demonstrasi, simulasi, diskusi, ceramah, tanya jawab, dan lain lainnya. Media Pembelajaran; Artikel, berita, dokumen, gambar, video, model, atau benda-benda yang relevan dengan materi yang dipelajari.

Demikian gambaran implementasi implementasi tiga pilar deep learning dalam pembelajaran. Contoh di atas dapat diadaptasi dan disesuaikan dengan materi pelajaran masing-masing. Masih juga dapat dikembangkan oleh para guru sesuai dengan kondisi, karakteristik materi pelajaran, karakteristik peserta didik, dan kebutuhan di lapangan. Implementasi pendekatan deep learning merupakan sebuah ikhtiar untuk meningkatkan mutu pembelajaran. Namun, dibalik apapun pendekatan yang dilakukan, mengajar disertai hati dan passion merupakan hal yang sangat fundamental dalam sebuah pembelajaran yang menyenangkan dan berpihak pada peserta didik.

Penulis : Dr.H.M.Suaidi.M.Ag.
Dimuat dalam : https://wartaidaman.com/kolom/implementasi-tiga-pilar-deep-learning-dalam-pembelajaran/