
Kemiskinan adalah satu kata yang mencerminkan kondisi yang tidak merata pada suatu daerah. Kondisi ini kemudian menjadi salah satu Identitas bagi berbagai Negara Berkembang di Dunia, salah satunya Indonesia. Negera dengan Populasi Penduduk mencapai 281,2 Juta Jiwa memiliki sekelumit persoalan dalam mengentaskan kemiskinan. Fenomena kemudian datang terkait Pembatasan Angka Kelahiran yang dipandang sebagai langkah jitu untuk atasi persoalan kemiskinan. Selain dinilai penuh Kontroversi, Agenda ini kemudian dipandang sebagai kekeliruan hingga bahkan jalan pintas untuk “Memberantas” kemiskinan di Tanah Air.
Wacana ini mencuat dari Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi yang mengungkapkan rencananya untuk melakukan “Vasektomi” atau yang kerap kita kenal sebagai Keluarga Berencana (KB) kepada Pria. Dilansir dalam laman tempo, ia menyampaikan rencananya itu selepas rapat Koordinasi di Gedung Balai Kota Depok pada selasa lalu. Ia bahkan berencana, menjadikan program ini sebagai Syarat Menerima Bantuan Sosial. “Saya harapkan suaminya atau ayahnya yang ber-KB, sebagai bentuk tanda tanggung jawab terhadap diri dan keluarganya. Jangan terus-terusan dibebankan pada perempuan gitu loh” ujarnya dilansir dalam laman tempo.co.id (08/05/2025).


Gagasan ini kemudian menjadi Problematika karena dianggap tidak memiliki korelasi hingga mencampuri urusan privasi. Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Atnike Nova Sigiro mengungkap bahwa pemaksaan program KB adalah salah satu pelanggaran HAM. “Apalagi itu dipertukarkan dengan bantuan sosial. Itu otoritas tubuh ya” ungkapnya dalam laman tempo.co (02/02/2025). Lebih lanjut, ia juga menjelaskan bahwa apa yang dilakukan oleh individu pada tubuhnya masuk dalam ranah Privasi dan tidak etis jika diatur dalam pertukaran dalam bentuk apapun.
Founder Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI) Diah Satyani Saminarsih juga turut menyoroti hal ini. Menurutnya, wacana kebijakan ini tidaknya bijak dan justru menimbulkan diskriminasi pada kelas tertentu. Ia juga menyayangkan langkah yang dinilai tidak memiliki korelasi dari segala aspek ini. “Kalau fungsinya untuk spesifik mengontrol masyarakat miskin, artinya ada diskriminasi bahwa yang wajib vasektomi adalah laki-laki yang sudah berkeluarga yang masuk kategori masyarakat miskin” Tegasnya dalam laman tempo.co (05/05/2025).


Wacana kebijakan yang mengandung dilematis ini dipandang pula sebagai jalan pintas untuk memberantas kemiskinan dan bukan menanganinya. Terlebih, wacana ini tentu akan menimbulkan gesekan kelas sosial yang sangat terasa di muka publik. Tidak adanya korelasi antara Hulu – Hilir dari akar kemiskinan dalam wacana ini justru akan menekan golongan tertentu. Jika dianalisis secara fundamental, kemiskinan ini tentu disebabkan oleh berbagai macam faktor. Sa’diyah El Adawiyah dalam Jurnalnya Kemiskinan dan Faktor – Faktor Penyebabnya menyebut bahwa Masalah kemiskinan bersifat multidimensional yang disebabkan oleh banyak faktor yang tidak hanya menjadi domain bidang ekonomi saja, tetapi juga politik, sosial, budaya dan sistem sosial lainnya. Ia juga mengungkap bahwa Upaya penanggulangan kemiskinan tidak perlu terjebak pada faktor-faktor penyebab saja yang bisa jadi bersifat khusus atau kasus
tertentu, namun didasarkan pada pemberdayaan dan pengembangan potensi sumberdaya yang tersedia.
Perlu di garis bawahi, wacana kebijakan ini tentu mengindikasi adanya “Karantina” masyarakat yang tergolong dalam konsen “Miskin” dan ini tentu bukan menjadi langkah strategis namun bumerang menuju diskriminasi. Domain Ekonomi turut memegang kendali penting dalam akses menuju jurang kemiskinan ini dan tentu Pemerintah memiliki andil dalam hal penyediaan lapangan pekerjaan dan bukan melakukan diskriminasi atas dampak yang dirasakan oleh kalangan masyarakat miskin. Kegagalan penanggulangan koresponden utama sebagai pencegahan atas terpuruknya Ekonomi yang dilakukan Pemerintah tentu tidak boleh mengkambing hitamkan kebijakan pada kelas tertentu.

Dalam sisi Agama, wacana penggunaan Vasektomi ini sangat jelas bertentangan dengan syariat. Ketua Bidang Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat, Prof KH Asrorun Niam Sholeh menegaskan hasil keputusan Ijtima’ Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia IV yang digelar di Cipasung, Tasikmalaya, Bahwa penggunaan Vasektomi dilarang kecuali terdapat alasan syar’i. “Islam membolehkan KB sebagai mekanisme pengaturan keturunan dengan syarat jenis dan caranya tidak melanggar syariat. Sementara, vasektomi merupakan jenis kontrasepsi dengan pemandulan tetap, dan itu terlarang” Tegasnya dilansir dalam laman mui.or.id (05/05/2025). Ditambah ia secara tegas mengungkap wacana kebijakan vasektomi dengan dalih penerimaan bansos tidak boleh ditaati jika tetap dipaksakan.