Legalitas Premanisme dalam Pandangan Islam

Kekerasan serta Kejahatan menjadi Identitas utama terhadap Premanisme yang ada di Indonesia. Preman yang acap kali melakukan Berbagai Gangguan Keamanan, utamanya pada lapisan elemen paling dasar dapat di katakan menjadi salah satu momok yang sangat mengganggu hingga bahkan membahayakan. Di sisi yang sama, Aksi Premanisme ini kerap berjalan dengan mengatas namakan Ormas (Organisasi Masyarakat) yang idealnya di bentuk dengan dalil kemaslahatan bersama dan bukan golongan. Meski terkadang aksi – aksi Premanisme yang memiliki Latar Ormas ini dinilai hanya Oknum semata, nyatanya kasus semacam ini sudah bukan menjadi hal tabu di dalam negeri. Ditambah, rangkaian kasus semacam ini mendapat sorotan lebih di Bulan Ramadhan yang seharusnya menjadi atensi khusus bagi masyarakat Indonesia dengan Populasi Islam terbesar di Dunia untuk menghindari berbagai tindak yang memiliki banyak ke mudhorotan.

Praktik Premanisme yang dilakukan oleh Oknum Ormas semacam ini sudah banyak terjadi di berbagai penjuru wilayah Indonesia, ditambah aksi semacam ini kian massif di Bulan Suci Ramadhan. Dilansir dalam laman cnbc.com, Aksi Premanisme ini bahkan juga menjalar pada Unit – unit Usaha dari Kelas Kecil Hingga Besar. Wakil Ketua Dewan Pimpinan Provinsi (DPP) Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Jakarta, Nurjaman menilai bahwa Permintaan THR (Tunjangan Hari Raya) oleh Ormas sudah terjadi sejak lama. Bahkan, menurutnya terjadi sejak era Orde Baru Berkuasa. “Dari zaman Orde Baru ini juga sudah mulai ada. Dulu itu mungkin sifatnya sukarela, tidak ada maksa. Kalau Iya kasih, kalau engga ya nggak apa – apa” Ujarnya (21/03/2025). Fenomena “Pemalakan” Tunjangan Hari Raya ini tentu memiliki dampak signifikan kepada para pelaku usaha sehingga menimbulkan stigma bahwa Indonesia adalah wilayah yang tidak ramah Investasi. “Kami juga mendahulukan THR kepada karyawan – karyawan kami yang ada kontribusi besar. Ormas – ormas kan nggak ada kontribusinya. Apa sih kontribusinya ? Nyaris nggak ada” Tegasnya.

Gambar dari Tribun
Gambar dari Borobudurnews

Disisi yang sama, aksi premanisme yang dilakukan Oknum Ormas ini juga santer terjadi di kalangan pengusaha mikro, dilansir dalam laman republika.co.id setidaknya menjelang Hari Raya Idul Fitri, Kegiatan Pemalakan ini kian massif terjadi dan menyasar para pelaku usaha. “Ada disini ormas yang minta THR. Biasanya saya kasih Rp. 200 Ribu.” Ujar Ahmad, salah satu Pengusaha Warteg di Wilayah Jakarta Selatan (21/03/2025). Ahmad Menyebutkan bahwa biasanya mereka meminta uang keamanan, meski tidak ada fungsi yang jelas bagi ormas tersebut. Bahkan ia menyebutkan bahwa sudah ada dua Ormas yang mengirimkan surat permintaan THR ke wartegnya, yakni dari Forkabi dan Pemuda Pancasila. “Kalau tahun ini ada GRIB, berarti ada Tiga Ormas yang mesti dikasih THR. Lumayan juga” Sesalnya.

Merespon kejadian ini, Kepala Kepolisian Daerah Metro Jaya, Irjen. Pol. Karyoto memerintahkan kepada para Kepala Kepolisian Resor untuk menindak Ormas nakal yang hanya memanfaatkan kepentingan kelompoknya. “Tadi sudah saya tekankan kepada para Kapolres untuk dilihat. Kalau ada Preman-preman yang melakukan aksi-aksi hanya untuk kepentingan kelompoknya sendiri, apalagi yang bernuansa pemerasan dan lain – lain akan kita tindak” Ujarnya seperti dilansir dalam laman kompas.com (21/03/2025).

Gambar dari Kompas

Abdul Karim Munthe dalam Jurnalnya “Fenomena Preman Berkelompok di Indonesia (Bentuk Praktik Hirabah dalam Hukum Islam)” secara tegas menyebutkan bahwa Doktrin ini dapat secara jelas digunakan untuk mengorganisir kejahatan seperti memeras, merampok, dan menggelapkan. Ia juga menyebut bahwa kejadian semacam ini dalam tinjauan hukum Islam digolongkan dalam Kejahatan Jarimah Hirabah. Hirabah sendiri dijabarkan sebagai Bandit/Begal yang secara esensi juga memiliki makna gangguan keamanan masyarakat. Lebih lanjut, ia juga menjelaskan bahwa hal semacam ini tentu sangat ditentang oleh islam hingga bahkan di sebutkan pula dalam Q.S Al – Maidah ayat 33 tentang hukuman bagi para Perampok dan pengganggu keamanan umum yang kerap kali juga melibatkan pembunuhan.

Praktik Premanisme semacam ini tentu menimbulkan stigma negatif di masyarakat akan ketidakmampuan negara dalam melakukan perlindungan terhadap warganya. Terlebih, Preman – Preman ini kemudian dihimpun dalam satu kesatuan Organisasi yang didalamnya mendapat Legalitas atau Perlindungan Payung Hukum yang dapat menjadi “Beking” dalam melancarkan aksi – aksi jahatnya. Jika di telisik kembali, kejadian semacam ini bahkan hampir serupa dengan adanya Gangster namun dengan Legalitas Resmi dari Pemerintah. Narasi Oknum yang kerap di labelkan oleh perorangan dan menepikan Organisasinya sementara banyak sekali bukti di lapangan bahwa Kejadian semacam ini tentu mendapat legitimasi dari Organisasi yang bersangkutan. Kejadian semacam ini justru menjadi tanda Tanya kepada Para Penegak Hukum, antara ketidak berdayaan peran mereka dalam memberantas hal ini atau ada factor politis yang beredar di belakangnya.

Gambar dari Tempo

Kejadian memilukan ini bahkan makin marak terjadi di Bulan Suci yang mana Indonesia menjadi Sentral dari Komoditas Islam terbesar dan nyatanya masih sarat akan gangguan keamanan dari para Preman. Sudah sepatutnya, Pemerintah kembali mengevaluasi mengenai kebijakan keras kepada para ormas yang terbukti tidak hanya sekali melakukan kegiatan premanisme untuk dapat dibubarkan sebagai bentuk Legitimasi Penegak Hukum untuk benar – benar menciptakan keamanan di tengah lingkungan masyarakat.