Buru – Buru Bahas RUU, Benarkah Upaya Kembalikan Orde Baru ?

Sinyal menguatnya dugaan tentang Regulasi Dwifungsi TNI di Tubuh Pemerintah kembali mendapat atensi. Desas – Desus ini  menjadi Perbincangan Publik karena sebelumnya, Dwifungsi TNI (ABRI Kala itu) merupakan salah satu Agenda Reformasi Pasca Jatuhnya Rezim Orde Baru yang kemudian di bersihkan dalam tata aturan perundang – undangan. Dwifungsi TNI (ABRI Kala itu) merupakan bagian dari Doktrin Militer yang diterapkan pada masa Orde Baru untuk Menempati Posisi Pemerintahan dalam rangka menguatkan stabilisasi politik dengan moncong – moncong senapan.

Gambar dari detiknews.com

Sebelumnya Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) tengah menggelar Rapat tertutup di Hotel Fairmont, yang merupakan salah satu Hotel Megah Berbintang di Kawasan Bilangan Jakarta Pusat. Dilansir dalam laman tempo, Rapat ini Membahas Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) dari Perubahan Undang – Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI). Agenda yang di selenggarakan selama dua hari ini, terhitung pada Tanggal 14 – 15 Maret 2025 mendapat atensi setelah di Interupsi oleh Koalisi Masyarakat Sipil yang berhasil merengsek masuk kedalam dan meminta agar Rapat di hentikan.

Dilansir dalam laman narasi.id terdapat tiga orang aktivis yang merengsek masuk dan menggerebek agenda rapat itu. “Kami Menuntut agar proses pembahasan RUU TNI dihentikan karena tidak sesuai dengan proses legislasi, ini diadakan tertutup” Ujar Andrie Yunus salah satu aktivis Koalisi Masyarakat Sipil (15/03/2025). Tiga Orang Aktivis ini kemudian di Tarik Paksa keluar ruangan hingga terjatuh. “Kami Menolak Dwifungsi ABRI” Sahutnya yang juga merupakan wakil Koordinator Komisi untuk Orang hilang dan Korban tidak Kekerasan (KontraS). Mirisnya, usai melakukan Aksi Protes Sejumlah Aktivis KontraS yang terlibat dalam aksi Protest ini kemudian dilaporkan ke Polda Metro Jaya oleh Anggota Satuan Pengamanan Hotel Fairmont. Laporan bernomor LP/B/1876/III/2025/SPKT/Polda Metro Jaya itu kemudian dibuat pada Sabtu 15 Maret 2025.

Gambar dari Tribunnews.com
Gambar dari detiknews.com

Lebih jauh sebelumnya, Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal TNI Maruli Simanjuntak menyebut bahwa keberadaan anggota TNI di Kementrian / Lembaga tidak perlu di perdebatkan. Dalam kunjungannya ke Lahan Ketahanan Pangan di Puslatpur Ogan Komering Ulu (OKU) Timur, Sumatera Selatan ia menyebut bahwa Revisi UU TNI saat ini sudah masuk dalam Pembahasan di Parlemen. “Saya rasa tidak perlu diperdebatkan. Silahkan saja nanti bagaimana kebijakan Negara..” Ujarnya seperti dilansir dalam laman Sindonews.com (12/03/2025. Mirisnya, ia juga menyebut bahwa kritikus yang mengkritik kebijakan terkait UU TNI ini dengan sebutan yang cukup menohok “Silahkan saja didiskusikan, apakah tentara harus alih status, apakah tentara harus pensiun ? Jadi tidak usap diperdebatkan seperti rebut kanan kiri, kaya kurang kerjaan. Nantikan ada forumnya, kita bisa diskusikan. Kalau nanti keputusannya seperti itu, ya kami ikut. Kami (TNI AD) akan Loyal 100 Persen dengan keputusan. Menurut saya, otak – otak (Pemikiran) seperti ini kampungan” Ujarnya.

Gambar dari radarutara.com
Gambar dari poskota.com

Pembahasan RUU yang terkesan Buru – buru tentu menimbulkan banyak sekali spekulasi di ranah masyarakat. Uniknya, Pada Juma’at 14 Maret atau hamper satu bulan setelah Surat Presiden Rilis, Komisi I DPR RI dengan segera menggelar rapat Panitia Kerja (Panja) dengan Agenda Rancangan UU tentang Perubahan atas UU Nomor 34 tahun 2004 tentang TNI bersama Pemerintah. Sistem Kebut Undang – Undang yang mengindikasi adanya Kepentingan Politik ini, sangat berbeda dengan Pelaksanaan Panja dalam Pembuatan UU lainnya. Indikasi Pengembalian Orde Baru ini kembali menguat bersamaan dengan TNI yang sebelumnya secara perlahan kembali menempati beberapa posisi Sipil. Hal ini secara nyata akan segera mendapat Legitimasi kembali dan ini tentu akan mengingatkan tentang Otoriterian Masa Orde Baru dimana Dwifungsi ABRI mencapai Posisi Klimaksnya. Pengesahan RUU TNI ini tentunya akan menciderai dan menginjak Harkat dan Martabat Reformasi yang tentu belum usai dan terus berjalan. Hal ini juga disinyalir akan berpengaruh dalam Kebijakan Pemerintah serta Atmosfer demokrasi di Indonesia yang sebelumnya sangat terkekang di masa Pemerintahan Orde Baru.

Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Padjajaran, Prof. Susi Harijanti menilai bahwa Pembahasan Revisi UU TNI merupakan salah satu bentuk Abusive law making serta Praktik Autocracy Legalism. Menurutnya kejadian seperti ini tentu menciderai konstitusi yang sejatinya berada di tangan rakyat dan bukan politisi. “Pembahasan RUU TNI ini harus di lawan, harus dibatalkan” Tegasnya seperti dilansir dalam laman hukumonline.com (16/03/2025).

Jika ditelisik kembali, Lebih dari 2.000 Prajurit aktif TNI telah menduduki Jabatan Sipil di Indonesia, dan jika UU TNI ini di Sahkan dalam Paripurna tentu akan berpotensi menambah jumlah tersebut di segala sektor dan secara nyata mengembalikan Dwifungsi ABRI yang pernah menimbulkan segudang permasalahan di Era Orde Baru. Secara analitis, kita perlu mencermati dengan seksama terkait keberlangsungan Pemerintahan dengan Posisi kita secara Social Control. Kebijakan Dwifungsi ABRI yang dulu mendapat kecaman dan menjadi Agenda Pembersihan di Era Reformasi tentu perlu mendapat perhatian lebih karena akan mempengaruhi berbagai Kebijakan Dalam ataupun Luar Negeri dan Berpotensi kembali menciderai Demokrasi di Indonesia. Kebijakan ini juga akan menguatkan Indonesia dalam Posisi Otokrasi dimana system Pemerintahan atau Kekuasaan Politik dapat terkonsentrasi pada satu orang atau kelompok, atau secara langsung Penguasa tidak tunduk pada Kehendak atau Suara Mayoritas. Dengan Elemen Militeristik yang kemudian bergabung masuk dalam Roda Pemerintahan, tentu Penyelenggaraan Otokrasi dalam Tubuh Pemerintahan akan menjadi nyata untuk diterapkan.