
Kementerian Agama (Kemenag) merancang Kurikulum Berbasis Cinta (KBC) sebagai upaya mengembalikan pendidikan agama kepada esensinya, yaitu membentuk pribadi yang spiritual, bermoral, dan sosial. Kurikulum ini akan mulai diterapkan secara bertahap pada tahun ajaran 2025/2026. Di tengah maraknya kasus perundungan di sekolah dan menurunnya kepedulian sosial, KBC hadir untuk membangun lingkungan belajar yang ramah, empatik, dan penuh kasih sayang.

KBC menekankan pentingnya keteladanan guru dalam kehidupan sehari-hari, seperti menyapa siswa dengan tulus, menegur tanpa menyakiti, dan tidak segan mengakui kesalahan. Hal ini menjadi sangat relevan, mengingat banyaknya laporan siswa yang mengalami tekanan mental akibat pendekatan otoriter dari guru. KBC ingin menciptakan interaksi yang hangat antara pendidik dan peserta didik, sebagaimana ajaran Islam yang mendasari cinta karena Allah SWT sebagai bentuk tertinggi dari kasih sayang.
Islam mengajarkan cinta yang tidak bersyarat—bukan karena rupa atau harta, tetapi karena keimanan. Konsep ini sangat dibutuhkan saat ini, di tengah meningkatnya konflik sosial, ujaran kebencian di media sosial, dan prasangka buruk antarindividu. Dengan menanamkan nilai cinta yang tulus, KBC berharap siswa dan mahasiswa mampu menjaga lisan, hati, serta membiasakan mendoakan dan menolong sesama dalam diam.

Terdapat empat aspek utama dalam KBC: (1) Cinta kepada Tuhan (Hablum Minallah), yang mengajak peserta didik memahami ketaatan sejati dalam kehidupan sehari-hari. Masih banyak kasus pelajar yang mengabaikan kewajiban ibadah karena lemahnya pemahaman spiritual. (2) Cinta kepada sesama manusia (Hablum Minannas), mendorong toleransi di tengah keberagaman, penting dalam konteks kasus intoleransi yang masih terjadi di beberapa daerah.
Cinta terhadap lingkungan (Hablum Bil Bi’ah), yang menjadi penting di tengah krisis iklim dan pencemaran lingkungan. KBC mendorong kesadaran siswa akan pentingnya menjaga bumi sebagai amanah Tuhan. (4) Cinta terhadap tanah air (Hubbul Wathan), ditujukan untuk memperkuat rasa nasionalisme, terutama di kalangan generasi muda yang mulai kehilangan keterikatan dengan budaya lokal dan lebih mengidolakan budaya asing.

Di tingkat perguruan tinggi keagamaan Islam, KBC diharapkan menjadi pendekatan holistik yang menyentuh aspek intelektual, spiritual, dan emosional mahasiswa. Dalam praktiknya, mahasiswa tidak hanya didorong menguasai keilmuan, tapi juga menjadi pribadi yang empatik, penuh kasih, dan toleran. Pendekatan ini diharapkan dapat menangkal radikalisme dan sikap apatis yang masih muncul di lingkungan kampus.

Implementasi KBC mencakup pembelajaran terintegrasi, di mana guru dan dosen menyisipkan nilai-nilai Islami dalam tema pembelajaran. Misalnya, pembiasaan bersedekah disertai dengan penjelasan QS Al-Baqarah ayat 3 dan 261, atau edukasi mengenakan hijab melalui QS An-Nur ayat 31. Dengan pendekatan yang membumi dan penuh cinta, diharapkan kurikulum ini mampu mencetak generasi yang cerdas, berakhlak mulia, dan cinta damai.